7 Ciri Kesusastraan Indonesia Angkatan 45
Rabu, 15 Juni 2022 17:40 WIB
Sastra adalah karya seni lisan atau tulisan yang memiliki unsur keindahan serta menampilkan gambaran kehidupan yang terjadi di lingkungan sekitar pengarang. Perkembangan sastra Indonesia sejak kelahiran sampai saat ini memperlihatkan kesinambungan sejarah. Hal ini tercermin dari berbagai pembabakan atau periode sastra yang dikemukan oleh berbagai pakar. Nah, kali ini penulis akan membahas ciri kesusastraan periode pascakemerdekaan atau akrab disebut dengan Sastra Angkatan 45.
Sastra adalah karya seni lisan atau tulisan yang memiliki unsur keindahan serta menampilkan gambaran kehidupan yang terjadi di lingkungan sekitar pengarang. Perkembangan sastra Indonesia sejak kelahiran sampai saat ini memperlihatkan kesinambungan sejarah. Hal ini tercermin dari berbagai pembabakan atau periode sastra yang dikemukan oleh berbagai pakar.
Nah, kali ini penulis akan membahas ciri kesusastraan periode pascakemerdekaan atau akrab disebut dengan Sastra Angkatan 45.
Sastra sendiri berarti karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai keunggulan, seperti keorisinilan, artistik, keindahan isi, dan ungkapannya. Sebuah karya sastra pada umumnya berisi tentang permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar pengarang.
Pasca Indonesia merdeka, pastilah mengalami banyak perubahan terutama dalam lingkup sastra dan budaya. Sebagai penerus generasi Angkatan Pujangga Baru, sastra Angkatan 45 ini adalah sastra kemerdekaan, dimana tidak ada lagi hambatan-hambatan politik seperti yang dialami oleh angkatan-angkatan sebelumnya. Individualisme dan kebebasan yang diidamkan oleh kaum Pujangga Baru, dapat dinikmati sepenuhnya pada Angkatan 45. Penciptaan dapat dilakukan sebebas-bebasnya, segala eksperimen, bentuk aliran sastra, dan pengaruh sastra dapat dengan merdeka dilakukan oleh angkatan ini. Dari kebebasan inilah lahir berbagai pemikiran dan karya sastra baru.
Sastra Angkatan 45 ini juga disebut dengan sastra perjuangan, karena banyak karya sastra yang lahir pada generasi ini mengangkat bertema perjuangan melawan pemerintah belanda yang berusaha kembali menguasai Indonesia serta perjuangan membangun bangsa dan kebudayaannya yang baru. Pada dasarnya, setiap periode sastra memiliki cirinya tersendiri, tidak terkecuali ciri-ciri karya sastra angkatan 40-an ini, baik dalam bentuk puisi maupun prosa. Adapun ciri-ciri dari sastra angkatan ini adalah sebagai berikut.
Ciri-ciri Kesusastraan Angkatan 45
- Kerangka suatu karya cenderung bebas dan tidak terikat aturan, seperti pembagian bait dan jumlah baris
- Kosakata yang dipakai merupakan bahasa sehari-hari, tetapi disusun menjadi sebuah kalimat yang memiliki makna ambigu sehingga menyebabkan banyak tafsir.
- Banyak alur sorot balik, meskipun ada juga alur lurus dengan alur yang padat.
- Mengekspresikan batin atau kejiwaan manusia melalui penafsiran maupun penokohan batin sendiri.
- Pada umumnya berlatar masa peperangan.
- Mengemukakan masalah kemanusiaan yang terjadi di masyarakat umum (humanisme universal). Misalnya, masalah kemiskinan, kesehatan, kesengsaraan hidup, pelanggaran hak asasi manusia, ketimpangan sosial yang terjadi diberbagai daerah/kalangan, dan sebagainya.
- Filsafat eksistensialisme mulai dikenal.
KESABARAN
Aku tak bisa tidur
Orang ngomong, anjing nggonggong
Dunia jauh mengabur
Kelam mendinding batu
Dihantam suara bertalu-talu
Di sebelahnya api dan abu
Aku hendak bicara
Suaraku hilang, tenaga terbang
Sudah! Tidak jadi apa-apa!
Ini dunia enggan disapa, ambil perduli
Keras membeku air kali
Dan hidup bukan hidup lagi
Kuulangi yang dulu kembali
Sambil bertutup telinga, berpicing mata
Menunggu reda yang mesti tiba
Chairil Anwar, 10 Desember 1945
Puisi “Kesabaran” karya Chairil Anwar ini tidak terikat dengan aturan puisi yang berlaku, lihat saja pada bait pertama yang terdiri dari 6 baris, bait kedua terdiri dari empat baris, bait ketiga dua baris, dan bait keempat yang terdiri dari tiga baris. Puisi ini tentunya mengekspresikan langsung perasaan penyair yang tertulis pada kosakata ambigunya yakni “Ini dunia enggan disapa, ambil perduli” yang berarti penyair berusaha berbicara namun ia tidak dapat berbicara dan akhirnya berusaha untuk tidak peduli.
Puisi “Kesabaran” ini juga mengekspresikan kehidupan batin manusia yang harus tetap sadar bahwa apabila tertimpa suatu masalah haruslah bersikap sabar dan yakin bahwa cobaan itu akan berlalu seiring berjalannya waktu. Masalah yang ingin diungkapkan penyair adalah rumitnya kehidupan pascakemerdekaan, selain masih trauma dibayang-bayangi dengan peperangan dan banyak lagi masalah-masalah kesejahteraan yang lainnya.
Dalam puisi “Kesabaran” ini, aliran filsafat eksistensialisme mulai tampak dalam pemaknaan penyair yang berusaha berbicara namun ia tidak bisa berbicara (mengutarakannya) dan berusaha tidak peduli akan hal itu.
Referensi:
Bahtiar, Ahmad dan Rosida Erowati. (2011). Sejarah Sastra Indonesia. Ciputat: Lemlit UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jassin, Hans Baguë. (2013). Chairil Anwar, Pelopor Angkatan '45. Yogyakarta: Narasi

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

7 Ciri Kesusastraan Indonesia Angkatan 45
Rabu, 15 Juni 2022 17:40 WIB
Pendekatan Mimetik Puisi “Kupandang Kelam yang Merapat ke Sisi Kita” Karya Sapardi Djoko Damono
Selasa, 26 April 2022 15:17 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler